Didalam perjanjian kredit terdapat dua pihak yang berkepentingan langsung, pihak yang berlebihan uang disebut kreditur dan pihak yang membutuhkan uang disebut debitur. Bagi wirausahawan untuk mendapatkan modal dapat meminjam dari pihak luar dengan status hutang lam hal ini, wirausahawan dapta mengadakan kerja sama dengan lembaga keuangan( bank)
menurut Pasal 1(11) UU No.10/1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7/1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) sebagai berikut :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kemudian yang dimaksud dengan Perjanjian Kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dan penerima kredit”. setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Pasal 1313 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak pem-buatnya yang dinamakan perikatan. Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui pengadilan.
Sedangkan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak: pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut sesuatu disebut kreditor sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitor.
Sebetulnya, istilah perjanjian kredit tidak dikenal di dalam UU Perbankan. Namun, bila ditelaah lebih lanjut mengenai pengertian kredit dalam UU Perbankan, tercantum kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam.
Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual (hubungan yang berdasar pada perjanjian) yang berbentuk pinjam-meminjam. Perjanjian kredit itu sendiri mengacu pada perjanjian pinjam-meminjam. Di sisi lain, walaupun perjanjian kredit berakar dari perjanjian pinjam-meminjam tetapi ia berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjan seperti tercantum dalam KUHPer. Pasal 1754 KUHPer Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
B. SYARAT SAH PERJANJIAN KREDIT
Karena perjanjian kredit elemen pembentuknya adalah perjanjian pada umumnya, oleh karenannya syarat sah perjanjian tersebut sama halnya dengan syarat sah perjanjian Pasal 1320 KUHPer yang menentukan 4 syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
Unsur Subjektif
1. Sepakat;
dalam kontrak adalah PERASAAN RELA ATAU IKHLAS diantara pihak pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya kesepakatan dinyatakan tidak ada bila adanya suatu penipuan, kesalahan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan.
2. Kecakapan;
berarti orang orang yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah orang yang oleh hukum dapat dianggap subjek hukum, yang tidak cakap oleh hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditempatkan dalam pengawasan / pengampuan, orang yang sakit kejiwaannya.
Unsur Objektif
3. Suatu hal tertentu:
Artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan;
4. Suatu sebab yang halal.
Berarti perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang – Undang lainnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Pelanggaran terhadap Unsur Subjektif berarti perjanjian tersebut dapat diminta untuk dibatalkan melalui upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri. Pelanggaran terhadap Unsur Objektif berarti Perjanjian tersebut secara hukum batal dengan sendirinya (batal demi hukum), dan oleh karenanya perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan memaksa.
C. JENIS – JENIS KREDIT
Kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat berupa :
a. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang-perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat umumnya;
b. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi daripada usahanya.
Sedangkan ditinjau dari jangka waktunya dapat berupa :
1. Kredit Jangka Pendek;
2. Kredit Jangka Menengah;
3. Kredit Jangka Panjang.
D. PIHAK PIHAK DALAM PERJANJIAN KREDIT
Pihak-pihak dalam perjanjian kredit antara lain :
1. Pemberi Kredit atau kreditur adalah bank atau lembaga pembiayaan lain selain bank misalnya perusahaan leasing;
2. Penerima Kredit atau debitur, yaitu pihak yang bertindak sebagai subyek hukum.
E. FUNGSI PERJANJIAN KREDIT
Fungsi perjanjian kredit, yaitu :
1. Sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan;
2. Sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur;
3. Sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
F. BENTUK PERJANJIAN KREDIT
Perjanjian kredit ada 2 bentuk, yaitu :
1. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat diantara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris;
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil.
G. KOMPOSISI PERJANJIAN KREDIT
Komposisi perjanjian kredit secara umum terdiri dari 4 bagian, yaitu :
1. Judul;
2. Komparisi, yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang/pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hukum.
3. Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yang memuat hal-hal yang diperjanjikan para pihak termasuk pula Jaminan oleh nasabah debitor;
4. Penutup.
H. AKIBAT PERJANJIAN KREDIT
Akibat hukum dari lahirnya suatu perjanjian kredit tidak ubahnya dengan akibat hukum terhadap lahirnya suatu perjanjian pada umumnya. secara umum hal ini menimbulkan suatu perikatan dalam bentuk hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak pada perjanjian tersebut. Dengan kata lain akibat hukum dari perjanjian Kredit tersebut adalah hal yang mengikat dan memaksa terhadap pelaksanaan perjanjian kredit tersebut.
I. KLAUSUL KLAUSUL PERJANJIAN KREDIT YANG MEMBERATKAN NASABAH DEBITOR
Beberapa klausul-klausul dalam perjanjian kredit yang memberatkan Nasabah Debitur antara lain:
1. Kewenangan bank untuk sewaktu-waktu tanpa alasan apapun dan tanpa pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin tarik kredit;
2. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan dalam hal penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet;
3. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian oleh bank:
4. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank;
5. Pencantuman klausul-klausul eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank;
6. Pencantuman klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap rekeningnya.
J. BERAKHIRNYA PERJANJIAN KREDIT
Mengenai hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan. Pada praktek hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan:
1. Pembayaran;
2. Subrogasi;
adalah perpindahan hak kreditur kepada pihak ketiga yang membayar kepada kreditur. hal ini dapat terjadi karena perjanjian atau undang – undang.
3. Pembaharuan Utang atau Novasi;
4. Perjumpaan Utang atau Kompensasi.
K. GROSSE AKTE PENGAKUAN UTANG
Grosse akta pengakuan utang ialah suatu salinan atau kutipan (secara pengecualian) dari minuta akta (naskah asli) yang di atasnya (di atas judul akta) memuat kata-kata: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan di bawahnya dicantumkan kata-kata: Diberikan sebagai Grosse Pertama, dengan menyebut nama dari orang, yang atas permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal pemberiannya.
comment 0 comments
more_vert