Media massa pers berperan membina dan mengembangkan pendapat umum (publik opini), menumbuhkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat secara positif dan konstruktif, serta mengembangkan komunikasi timbal balik antara kekuatan sosial masyarakat. Lebih jauh lagi media massa pers ikut pula berperan dalam penumbuhan dan pengembangan kehidupan sistem politik demokratis.
Penerapan pers yang bebas dan bertanggungjawab dikembangkan dan dibina dalam suasana yang harmonis terhadap lingkungan, serta merangsang timbulnya kreativitas, bukan sebaliknya dengan menimbulkan ketegangan-ketegangan yang bersifat antagonistis.
Kehidupan pers nasional Indonesia, merupakan produk dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat yang diproyeksikan ke dalam bidang kegiatan pers, maka dalam menjalankan peranannya pers sebagai salah satu modal bangsa menggunakan aturan main (rules of the game ) pers nasional:
1. Landasan Idiil : Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2. Landasan Konstitusi : Undang-Undang Dasar 1945.
3. Landasan Yuridis : Undang-undang Pokok Pers.
4. Landasan Strategis : GBHN.
5. Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik.
6. Landasan Etis : Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.
a. Pertanggungjawaban
Pers sebagai salah satu unsur mass media hadir di tengah masyarakat bersama dengan lembaga masyarakat lainnya harus mampu menjadikan diri sebagai forum pertukaran pikiran, komentar, dan kritik yang bersifat menyeluruh dan tuntas, tidak membedakan kelompok, golongan dan etnis ataupun agama. Semuanya itu harus mendapatkan porsi yang seimbang.
Pers dalam pengembangan kegiatan sehari-hari harus berada dalam konteks interaksi positif antara pers dan Pemerintah serta masyarakat. Jika ada masalah dalam masyarakat, maka pers berupaya membantu menjernihkan persoalan, bukan sebaliknya ikut memperburuk persoalan yang ada di lingkungan masyarakat itu. Ia harus memainkan fungsi mendidiknya.
Guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan masyarkaat, pers perlu melakukan hal-hal berikut :
1) Menghimpun bahan-bahan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, sehingga dapat memberikan partisipasinya dalam melancarkan program pembangunan.
2) Mengamankan hak-hak pribadi (hak azasi) untuk menghindari tirani dan membina kehidupan yang demokratis sehingga golongan minoritas tidak ditindas oleh golongan mayoritas.
3) Mampu menampung dan menyalurkan kritik dan saran yang bagaimanapun pedasnya, sekalipun yang dituju pers itu sendiri, demi berlangsungnya perbaikan dan penyempurnaan.
4) Memberikan penerangan melalui iklan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat tentang barang dan jasa yang berguna dan tepat guna dari produk-produk yang ada.
5) Memelihara kesejahteraan masyarakat dan memberikan hiburan, seperti dengan menyajikan cerita pendek, fiksi, teka-teki silang, komik, dan sebagainya.
6) Memupuk kekuatannya sendiri (permodalan dan sumber daya manusianya) hingga terbebas dari pengaruh luar, seperti pemberi modal dan intervensi dari pihak-pihak tertentu yang bisa mempengaruhi kebebasan dan idealismenya.
7) Menjalankan fungsi kemasyarakatan dengan melakukan penyelidikan untuk mendapatkan kebenaran dan kontrol sosial demi kepentingan umum, namun dalam penyajiannya harus bersifat objektif dan mengemukakan alternatif-alternatif pemecahan, tidak bersifat menghasut apalagi memvonis seseorang (trial by the press ).
8) Dalam penyajian tulisannya, pers dengan bijaksana harus menggunakan pendekatan praduga tak bersalah (presumption of innocence), terutama berita-berita yang langsung menyinggung pribadi (hak azasi) seseorang seperti kesusilaan.
9) Menghindari penyajian bahan berita yang sensitif baik berupa gambar, ulasan, karikatur dan sebagainya yang dapat menimbulkan gangguan stabilitas, seperti menyangkut Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA).
10) Menghindari penulisan,berita, ulasan, cerita, gambar, dan karikatur yang cenderung bersifat pornografi dan sadisme, kekejaman dan kekerasan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral. Demikian pula pemberitaan yang bersifat gossip (desas-desus) tanpa didukung fakta yang kuat dan akan merusak nama baik seseorang atau golongan.
11) Pers dapat menyajikan bahan siaran atau tulisan-tulisannya yang selalu menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongannya. Demikian juga harus menghindari penyebaran secara terbuka dan terselubung ajaran Marxisme/Leninisme atau Komunisme.
B. Kode Etik Jurnalistik
Dalam melaksanakan fungsi dan peranannya yang strategis, pers melalui organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) telah menetapkan Kode Etik Kewartawanan, yang sudah dimulai dari sebelum Indonesia Merdeka, seperti Persatuan Djurnalis Indonesia (PERDI).
Kode Etik Jurnalistik merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya. Secara lengkap Kode Etik Jurnalistik adalah sebagai berikut :
KODE ETIK JURNALISTIK PEMBUKAAN Bahwasanya kemerdekaan pers adalah perwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945, dan karena itu wajib dihormati semua pihak. Kemerdekaan pers merupakan salah satu ciri negara hukum yang dikehendaki oleh penjelasan-penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Sudah barang tentu kemerdekaan pers itu harus dilaksanakan dengan tanggung jawab sosial serta jiwa Pancasila demi kesejahteraan dan keselamatan Bangsa dan negara. Karena itulah PWI menetapkan Kode Etik Jurnalistik untuk melestarikan asas kemerdekaan pers yang bertanggung jawab. Pasal 1 KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA Wartawan Indonesia adalah warga negara yang memiliki kepribadian : a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. berjiwa Pancasila; c. taat pada Undang-Undang Dasar 1945; d. bersifat ksatria; e. menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia; f. berjuang untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan sehingga dengan demikian turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Pasal 2 PERTANGGUNGJAWABAN 1. Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tangung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya suatu berita, tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya disiarkan. 2. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan : a. hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan negara dan bangsa; b. hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan; c. hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama kepercayaan atau keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi undang-undang. 3. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaannya berdasarkan kebebasan yang bertanggung jawab demi keselamatan umum. Ia tidak menyalahgunakan jabatan dan kecakapannya untuk kepentingan sendiri dan/atau kepentingan golongan. 4. Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yang menyangkut bangsa dan negara lain, mendahulukan kepentingan nasional Indonesia. Pasal 3 CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT 1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita dan tulisan dengan selalu menyatakan identitasnya sebagai wartawan apabila sedang melakukan tugas peliputan. 2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya, dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita yang bersangkutan. 3. Di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini), sehingga tidak mencampuradukkan fakta dan opini tersebut. 4. Kepala-kepala berita harus mencerminkan isi berita. 5. Dalam tulisan yang memuat pendapat tentang sesuatu kejadian (byline story), wartawan Indonesia selalu berusaha untuk bersikap obyektif, jujur, dan sportif berdasarkan kebebasan yang bertangung jawab dan menghindarkan diri dari cara-cara penulisan yang bersifat pelanggaran kehidupan pribadi (privacy), sensasional, immorial atau melanggar kesusilaan. 6. Penyiaran setiap berita atau tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desas-desus, hasutan yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara, fitnahan, pemutarbalikan sesuatu kejadian, merupakan pelanggaran berat terhadap profesi jurnalistik. 7. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan perkara pidana di dalam sidang-sidang pengadilan harus dijiwai oleh prinsip “praduga tak bersalah”, yaitu bahwa seseorang tersangka harus dianggap bersalah telah melakukan suatu tindak pidana apabila ia telah dinyatakan terbukti bersalah dalam keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan tetap. 8. Penyiaran nama secara lengkap, identitas dan gambar dari seorang tersangka dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, dan dihindarkan dalam perkara-perkara yang menyangkut kesusilaan atau menyangkut anak-anak yang belum dewasa. Pemberitaan harus selalu berimbang antara tuduhan dan pembelaan dan dihindarkan terjadinya “trial by the press”. Pasal 4 HAK JAWAB 1. Setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak benar atau berisi hal-hal yang menyesatka, harus dicabut kembali atau diralat atas keinsyafan wartawan sendiri. 2. Pihak yang merasa dirugikan wajib diberi kesempatan secepatnya untuk menjawab atau memperbaiki pemberitaan yang dimaksud, sedapat mungkin dalam ruangan yang sama dengan pemberitaan semula dan maksimal sama panjangnya, asal saja jawaban atau perbaikin itu dilakukan secara wajar. Pasal 5 SUMBER BERITA 1. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak bersedia disebut namanya. Dalam hal berita tanpa menyebutkan nama sumber tersebut disiarkan, maka segala tanggung jawab berada pada wartawan dan/atau penerbit pers yang bersangkutan. 2. Keterangan-keterangan yang diberikan secara “off the record” tidak disiarkan, kecuali apabila wartawan yang bersangkutan secara nyata-nyata dapat membuktikan bahwa ia sebelumnya memiliki keterangan-keterangan yang kemudian ternyata diberikan secara “off the record” itu. Jika seorang wartawan tidak ingin terikat pada keterangan yang akan diberikan dalam suatu pertemuan secara “off the record”, maka ia dapat tidak menghadirinya. 3. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita, gambar atau tulisan dari suatu penerbitan pers, baik yang terbit di dalam maupun di luar negeri. Perbuatan plagiat, yaitu mengutip berita, gambar atau tulisan tanpa menyebutkan sumbernya, merupakan pelanggaran berat. 4. Penerimaan imbalan atau sesuatu janji untuk menyiarkan suatu berita, gambar atau tulisan yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang, sesuatu golongan atau sesuatu pihak dilarang sama sekali. Pasal 6 KEKUATAN KODE ETIK 1. Kode Etik ini dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawaban tentang penataannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. 2. Tiada satu pasal dalam Kode Etik ini yang memberi wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers di Indonesia berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik ini, karena sanksi atas pelanggaran Kode Etik ini adalah merupakan hak organisatoris dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) melalui organ-organnya. |
comment 0 comments
more_vert